PAKAR 20 [Part 1]



Kali ini selama enam hari penuh saya menjalani kegiatan pesantren kilat yang diadakan oleh Divisi Pendidikan Masjid Raya Habiburrahman Bandung. Pekan Apresiasi Kerohanian Anak dan Remaja yang disingkat menjadi PAKAR. Peran saya di sana bukan sebagai peserta, kami sebagai pembantu panitia bertugas sebagai mentor atau pembimbing kelompok. Peserta adalah siswa SD, SMP dan terdapat juga SMA. Setiap kelompok dibagi berdasar kelas akademiknya dan saya kebagian kelas 8 atau biasa disebut SMP kelas 2.


Ini bukan kali pertama menjadi mentor karena sebelumnya saya sudah menjalani tugas yang serupa sewaktu di Jakarta. Perbedaanya waktu di sana peserta hanya siswa SMA dan merupakan perwakilan daerah atau provinsi. Hari pertama saya kebagian 20 lebih siswa kelas 8, sempet berpikir wah akan cukup menguras tenggorokan. Tapi kemudian panitia membagi kelas 8 menjadi dua kelompok sehingga saya dan kang ersa kebagian 11 dan 10 anak. Dan kemudian di lain waktu saya menyadari ada kelompok yang terdiri dari 43 anak, dalam hati saya merasa kalau yang saya pegang masih sangat ringan.

Perasaan canggung muncul, gimana tidak, pertemuan terakhir untuk para mentor saya tidak hadir. Yang saya tau hanya game untuk perkenalan diri, dan itu pun hanya sekilas, otomatis saya buat sebisa mungkin dan senyaman mungkin untuk berinteraksi dengan anak-anak. Terkadang saya terdiam mikir apa yang akan saya katakan atau permainan apa yang bisa memecah dinginnya suasan ini. Masing-masing siswa belum saling mengenal hal ini membuat semakin canggung suasana, jika bukan saya yang memecah suasana ini siapa lagi. Mulai dari obrolan tentang sekolah atau pertanyaan ringan saya memulai pendekatan personal, tentu saya dengan candaan gaya ala remaja. Alhamdulillah suasana canggung semakin hilang, dan tiu terbantu saat kumpul bareng sewaktu makan.

Hal lain yang menjadi masalah adalah pada saat waktu makan. Masalah muncul ketika diputuskan bahwa makanan diambil oleh masing-masing anak, sehingga hal ini membuat antrian yang cukup panjang. Pada awalnya makanan diambil tiap kelompok tapi entah kenapa kemudian diputuskan biar anak-anak sendiri yang mengambil makanan. Alhamdulilllah saya sudah mengumpulkan kupon makan kelompok saya, jadi tidak perlu antri karena sudah saya siapkan sebelum sholat dzuhur. Tapi kemudian ada anak yang tidak membawa kupon, sedikit miskomunikasi sehingga saya kira dia tidak memesan makanan tapi ternyata maksudnya kuponya tertinggal di pamannya. Alhasil saya merasa bersalah karena hal ini, dan membuat sang anak makan diluar meski sudah saya tawarkan untuk mengambil makanan yang sudah disediakan.

Hari pertama dengan segala kekurangannya semua dapat berjalan cukup lancar. Kendala kurangnya personil sebagai mentor hingga menyebabkan ada kelompok akhwat yang bahkan sampai memegang 43 anak menjadi masalah utama yang harus diselesaikan. Alhamdulillah, di hari selanjutnya beberapa bantuan sebagai mentor satu persatu mengurai beratnya jumlah anak yang harus dipikul masing-masing kelompok.


Comments

< -->